Old school Swatch Watches
baiklah sobat kali ini kita akan membahas kisah Nabi Hud AS pada zaman rasul. Berakhirlah kisah kaum nabi Nuh As,
Sedangkan minoriti antara mereka dapat
kembali memakmurkan bumi sebagai
wujud dari sunatullah dan janji-Nya:
Sedangkan janji Allah SWT kepada Nabi
Nuh adalah: "Dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang takwa." (QS. al-
Qashash: 83) Dan janji Allah SWT juga kepada Nabi Nuh
adalah: "Difirmankan: 'Hai Nuh, turunlah dengan
selamat dan penuh keberkatan dari Kami
atasmu dan atas umat-umat (yang
beriman) dari orang-orang yang
bersamamu. Dan ada pula umat-umat yang
Kami beri kesenangan pada mereka (dalam hehidupan dunia), kemudian mereka akan
ditimpa azab yang pedih dari Kami. " (QS.
Hud: 48) Berputarlah roda kehidupan dan datanglah
janji Allah SWT. Setelah datangnya
taufan, tiada yang tersisa dari manusia di
muka bumi kecuali orang-orang yang
beriman. Tiada satu hati yang kafir pun
berada di muka bumi dan syaitan mulai mengeluhkan pengangguran. Berlalulah tahun demi tahun, lalu matilah
para orang tua dan anak-anak, dan
datanglah anak dari anak-anak. Manusia
lupa akan wasiat Nabi Nuh dan mereka
kembali menyembah berhala. Manusia
menyimpang dari penyembahan yang semata-mata untuk Allah SWT. Akhirnya,
tipuan kuno berulang kembali. Para cucu
kaum Nabi Nuh berkata: "Kita tidak ingin
melupakan kakek kita yang Allah SWT
selamatkan mereka dari taufan." Oleh kerana itu, mereka membuat patung-
patung orang-orang yang selamat itu yang
dapat mengingatkan mereka dengannya.
Dan pengagungan ini semakin berkembang
generasi demi generasi, namun akhimya
penghormatan itu berubah menjadi penghambaan. Patung- patung itu berubah
- dengan bisikan syaitan - menjadi tuhan
selain Allah SWT. Dan bumi kembali
mengeluhkan kegelapan. Lalu Allah SWT
rnengutus junjungan kita Nabi Hud di
tengah-tengah kaumnya. Nabi Hud AS adalah keturunan Sam bin
Nuh AS (cucu nabi Nuh) ia di utus kepada
kaumnya yang bernama kaum “Ad”, suatu
kaum yang bertempat tinggal di sebelah
utara Hadramaut negeri Yaman. Kaum Ad
adalah kaum yang sangat mahir membikin benteng yang kokoh dan kuat, tetapi
sayang, mereka menyembah berhala. Al-Qur'an menyingkap ceritanya setelah
diutusnya Nabi Hud untuk membawa
agama kepada manusia. Nabi Hud berasal
dari kabilah yang bernama 'Ad. Kabilah ini
tinggal di suatu tempat yang bernama al-
Ahqaf. la adalah padang pasir yang dipenuhi dengan gunung-gunung pasir dan
tampak dari puncaknya lautan. Adapun
tempat tinggal mereka berupa tenda-tenda
besar dan mempunyai tiang-tiang yang
kuat dan tinggi. Kaum 'Ad terkenal dengan
kekuatan fisik di saat itu, dan mereka juga memiliki tubuh yang amat tinggi dan tegak
sampai-sampai mereka mengatakan seperti
yang dikutip oleh Al-Qur'an: "Mereka berkata: 'Siapakah yang lebih
kuat daripada kami.'" (QS. Fushilat: 15) Tiada seorang pun di masa itu yang dapat
menandingi kekuatan mereka. Meskipun
mereka memiliki kebesaran tubuh, namun
mereka memiliki akal yang gelap. Mereka
menyembah berhala dan membelanya
bahkan mereka siap berperang atas namanya. Mereka malah menuduh nabi
mereka dan mengejeknya. Selama mereka
menganggap bahawa kekuatan adalah hal
yang patut dibanggakan, maka seharusnya
mereka melihat bahawa Allah SWT yang
menciptakan mereka lebih kuat dari mereka. Sayangnya, mereka tidak melihat
selain kecongkakan mereka. Nabi Hud
berkata kepada mereka: "Wahai kaumku, sembahlah Allah yang
tiada tuhan lain bagi kalian selain-Nya.
" (QS. Hud: 50) Itu adalah perkataan yang sama yang
diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul.
Perkataan tersebut tidak pernah berubah,
tidak pernah berkurang, dan tidak pernah
dicabut kembali. Kaumnya bertanya
kepadanya: "Apakah engkau ingin menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu
ini? Imbalan apa yang engkau inginkan?"
Nabi Hud memberitahu mereka bahawa ia
hanya mengharapkan imbuhan dari Allah
SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun
dari mereka selain agar mereka menerangi akal mereka dengan cahaya kebenaran. Ia
mengingatkan mereka tentang nikmat
Allah SWT terhadap mereka. Bagaimana
Dia menjadikan mereka sebagai khalifah
setelah Nabi Nuh, bagaimana Dia memberi
mereka kekuatan fisik, bagaimana Dia menempatkan mereka di bumi yang penuh
dengan kebaikan, bagaimana Dia mengirim
hujan lalu menghidupkan bumi dengannya. Kaum Hud membuat kerosakan dan
mengira bahawa mereka orang-orang yang
terkuat di muka bumi, sehingga mereka
menampakkan kesombongan dan semakin
menentang kebenaran. Mereka berkata
kepada Nabi Hud: "Bagaimana engkau menuduh tuhan-tuhan kami yang kami
mendapati ayah-ayah kami
menyembahnya?" Nabi Hud menjawab:
"Sungguh orang tua kalian telah berbuat
kesalahan." Kaum Nabi Hud berkata:
"Apakah engkau akan mengatakan wahai Hud bahawa setelah kami mad dan menjadi
tanah yang beterbangan di udara, kita
akan kembali hidup?" Nabi Hud menjawab:
"Kalian akan kembali pada hari kiamat dan
Allah SWT akan bertanya kepada masing-
masing dari kalian tentang apa yang kalian lakukan." Setelah mendengar jawaban itu,
meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah
anehnya pengakuan Hud, demikianlah
orang-orang kafir berbisik di antara
mereka. Manusia akan mati dan ketika
mati jasadnya akan rusak dan ketika jasadnya rusak ia akan menjadi tanah
kemudian akan dibawa oleh udara dan
tanah itu akan beterbangan, lalu
bagaimana semua ini akan kembali ke
asalnya. "Kemudian apa pengertian adanya
hari kiamat? Mengapa orang-orang yang mati akan bangkit dari kematiannya?" Hud
menerima pertanyaan-pertanyaan ini
dengan kesabaran yang mulia. Kemudian ia
mulai menerangkan pada kaumnya
keadaan hari kiamat. Ia menjelaskan
kepada mereka bahawa kepercayaan manusia kepada hari akhir adalah satu hal
yang penting yang berhubungan dengan
keadilan Allah SWT, sebagaimana ia juga
sesuatu yang penting yang juga
berhubungan dengan kehidupan manusia. Nabi Hud menerangkan kepada mereka
sebagaimana apa yang diterangkan oleh
semua nabi berkenaan dengan hari kiamat.
Sesungguhnya hikmah sang Pencipta tidak
menjadi sempurna dengan sekadar memulai
penciptaan kemudian berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi ini,
lalu setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini
adalah masa tenggang yang pertama dari
ujian. Dan ujian tidak selesai dengan
hanya menyerahkan lembar jawaban.
Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar jawaban itu, memberi
nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil
dan siapa yang gagal. Manusia selama hidup di dunia tidak
hanya mempunyai satu tindakan; ada yang
berbuat kelaliman, ada yang membunuh,
dan ada yang melampaui batas. Seringkali
kita melihat orang-orang lalim pergi
dengan bebas tanpa menjalani hukuman. Cukup banyak orang-orang yang jahat
namun mereka mendapatkan fasilitas yang
mewah dan mendapatkan penghormatan
serta kekuasaan. Ke mana orang-orang
yang teraniaya akan mengadu dan kepada
siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh? Logika keadilan menuntut adanya hari
kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak
selalu menang dalam kehidupan, bahkan
terkadang pasukan kejahatan berhasil
membunuh dan memperdaya para pejuang
kebenaran. Lalu, apakah kejahatan ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan
balasan? Sungguh suatu kelaliman besar
terhampar seandainya kita menganggap
bahawa hari kiamat tidak pernah terjadi.
Allah SWT telah mengharamkan kelaliman
atas diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di antara
hamba-hamba-Nya., maka adanya hari
kiamat, hari perhitungan, hari pembalasan
adalah sebagai bukti kesempurnaan dari
keadilan Allah SWT. Sebab hari kiamat
adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap kembali di depan sang Pencipta
dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT
akan memutuskan hukum-Nya di dalam-
nya. Inilah kepentingan pertama tentang
hari kiamat yang berhubungan langsung
dengan keadilan Allah SWT. Ada kepentingan lain berkenaan dengan
hari kiamat, yang berhubungan dengan
perilaku manusia sendiri. bahawa
keyakinan dengan adanya hari akhir,
mempercayai hari kebangkitan,
perhitungan amal, penerimaan pahala dan siksa, dan kemudian masuk surga atau
neraka adalah perkara- perkara yang
langsung berkenaan dengan perilaku
manusia, di mana konsentrasi manusia dan
had mereka akan tertuju dengan alam lain
setelah alam ini. Oleh kerana itu, mereka tidak akan terbelenggu oleh kenikmatan
dunia, kerakusan kepadanya, dan egoisme
untuk menguasinya. Mereka tidak perlu
gelisah saat mereka tidak berhasil melihat
balasan usaha mereka dalam umur mereka
yang pendek dan terbatas. Dengan demikian, manusia semakin meninggi dari
tanah yang menjadi asal penciptaannya ke
roh yang ditiupkan oleh Tuhannya. Barangkali persimpangan jalan antara
tunduk terhadap imajinasi dunia, nilai-
nilainya, dan pertimbangan-
pertimbangannya dan ketergantungan
dengan nilai-nilai Allah SWT yang tinggi
dapat terwujud dengan adanya keimanan terhadap hari kiamat. Nabi Hud telah
membicarakan semua ini dan mereka telah
mendengarkannya namun mereka
mendustakannya. Allah SWT menceritakan
sikap kaum itu terhadap hari kiamat: "Dan berkatalah pemuka-pemuka yang
kafir di antara kaumnya dan yang
mendustakan pertemuan dengan hari
kiamat (kelak) dan yang telah Kami
mewahkan mereka dalam kehidupan dunia:
'Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia, makan dari apa yang
kamu, makan, dan meminum dari apa yang
kamu minum. Dan sesungguhnya jika
kamu sekalian menaati manusia yang
seperti kamu, niscaya bila demikian itu,
kamu benar-benar menjadi orang- orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan
kepada kamu sekalian, bahawa bila kamu
telah mati dan telah menjadi tanah dan
tulang belulang, kamu sesungguhnya akan
dikeluarkan (dari kuburmu)?, jauh, jauh
sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan tidak
lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini,
kita mati dan hidup dan sekali-kali tidak
akan dibangkitkan lagi. " (QS. al-
Mu`minun: 33-37) Demikianlah kaum Nabi Hud mendustakan
nabinya. Mereka berkata kepadanya:
"Tidak mungkin, tidak mungkin." Mereka
keheranan ketika mendengar bahawa Allah
SWT akan membangkitkan orang-orang
yang ada dalam kuburan. Mereka bingung ketika dibe-ritahu bahawa Allah SWT
akan mengembalikan penciptaan manusia
setelah ia berubah menjadi tanah,
meskipun Dia telah menciptakannya
sebelumnya juga dari tanah. Seharusnya
para pendusta hari kebangkitan itu merasa bahawa mengembalikan penciptaan
manusia dari tanah dan tulang lebih mudah
dari penciptaannya pertama kali.
Bukankah Allah SWT telah menciptakan
semua makhluk, maka kesulitan apa yang
ditemui-Nya dalam mengembalikannya. Kesulitan itu disesuaikan dengan tolok
ukur manusia yang tersembunyi dalam
ciptaan., maka tolok ukur manusia
tersebut tidak dapat diterapkan kepada
Allah SWT. kerana Dia tidak mengenal
kesulitan atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia hanya
sekadar mengeluarkan perintah: "Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila
Dia berkehendak (untuk menciptakan)
sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya
mengatakan kepadanya: "Jadilah."Lalu
jadilah ia." (QS. al-Baqarah: 117) Kita juga memperhatikan firman-Nya: "Dan berkatalah pemuka-pemuka yang
kafir di antara kaumnya." (QS. al-
Mu^minun: 33) Al-Mala' ialah para pembesar (ar-Ruasa').
Mereka dinamakan al-Mala' kerana
mereka suka berbicara dan mereka
mempunyai kepentingan dalam
kesinambungan situasi yang tidak sehat.
Kita akan menyaksikan mereka dalam setiap kisah para nabi. Kita akan melihat
para pembesar kaum, orang-orang kaya di
antara mereka, dan orang-orang elit di
antara mereka yang menentang para nabi.
Allah SWT menggambarkan mereka dalam
firman-Nya: "Dan yang telah Kami mewahkan mereka
dalam kehidupan dunia. " (QS. al-
Mukminun: 33) kerana pengaruh kekayaan dan
kemewahan hidup, lahirlah keinginan
untuk meneruskan kepentingan-
kepentingan khusus, dan dari pengaruh
kekayaan dan kekuasaan, muncullah sikap
sombong. Para pembesar itu menoleh kepada kaumnya sambil bertanya-tanya:
"Tidakkah nabi ini manusia biasa seperti
kita, ia memakan dari apa yang kita,
makan, dan meminum dari apa yang kita
minum? Bahkan barangkali kerana
kemiskinannya, ia sedikit, makan dari apa yang kita, makan dan ia minum,
menggunakan gelas-gelas yang kotor
sementara kita minum dari gelas-gelas
yang terbuat dari emas dan perak., maka
bagaimana ia mengaku berada dalam
kebenaran dan kita dalam kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka bagaimana
kita menaati manusia biasa seperti kita?
Kemudian, mengapa Allah SWT memilih
manusia di antara kita untuk mendapatkan
wahyu-Nya?" Para pembesar kaum Nabi Hud berkata:
"Bukankah hal yang aneh ketika Allah
SWT memilih manusia biasa di antara kita
untuk menerima wahyu dari-Nya?" Nabi
Hud balik bertanya: "Apa keanehan dalam
hal itu? Sesungguhnya Allah SWT mencintai kalian dan oleh kerananya Dia
mengutus aku kepada kalian untuk
mengingatkan kalian. Sesungguhnya
perahu Nuh dan kisah Nuh tidak jauh dari
ingatan kalian. Janganlah kalian
melupakan apa yang telah terjadi. Orang- orang yang menentang Allah SWT telah
dihancurkan dan begitu juga orang-orang
yang akan mengingkari-Nya pun akan
dihancurkan, sekuat apa pun mereka."
Para pembesar kaum berkata: "Siapakah
yang dapat menghancurkan kami wahai Hud?" Nabi Hud menjawab: "Allah SWT." Orang-orang kafir dari kaum Nabi Hud
berkata: "Tuhan-tuhan kami akan
menyelamatkan kami." Nabi Hud
memberitahu mereka, bahawa tuhan-
tuhan yang mereka sembah ini dengan
maksud untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada hakikatnya justru
menjauhkan mereka dari-Nya. Ia
menjelaskan kepada mereka bahawa hanya
Allah SWT yang dapat menyelamatkan
manusia, sedangkan kekuatan lain di bumi
tidak dapat mendatangkan mudarat dan manfaat. Pertarungan antara Nabi Hud dan
kaumnya semakin seru. Dan setiap kali
pertarungan berlanjut dan hari berlalu,
kaum Nabi Hud meningkatkan
kesombongan, pembangkangan, dan
pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai seorang
idiot dan gila. Pada suatu hari mereka
berkata kepadanya: "Sekarang kami
memahami rahasia kegilaanmu.
Sesungguhnya engkau menghina tuhan
kami dan tuhan kami telah marah kepadamu, dan kerana kemarahannya
engkau menjadi gila." Allah SWT
menceritakan apa yang mereka katakan
dalam firman-Nya: "Kaum 'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu tidak
mendatangkan kepada kami suatu bukti
yang nyata, dan kami sekali-kali tidak
akan meninggalkan sembahan-sembahan
kami kerana perkataanmu, dan kami
sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahawa
sebagian sembahan kami telah menimpakan
penyakit gila atas dirimu. " (QS. Hud:
53-54) Sampai pada batas inilah penyimpangan itu
telah terjadi pada diri mereka, sampai pada
batas bahawa mereka menganggap, bahawa
Nabi Hud telah mengigau kerana salah satu
tuhan mereka telah murka kepadanya
sehingga ia terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak membiarkan anggapan
mereka bahawa ia gila dan mengigau,
naniun ia tidak bersikap emosi tetapi ia
menunjukkan sikap tegas ketika mereka
mengatakan: "Dan kami sekali-kali tidak
akan meninggalkan sembahan- sembahan kami kerana perkataanmu, dan kami
sekali-kali tidak akan mempercayai kamu.
" Setelah tantangan ini tiada lain bagi Nabi
Hud kecuali memberikan tantangan yang
sama. Nabi Hud hanya pasrah kepada Allah
SWT. Nabi Hud hanya memberikan
peringatan dan ancaman terhadap orang-
orang yang mendustakan dakwahnya. Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai
saksiku dan saksikanlah olehmu bahawa
Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kamu persekutukan dari selain-Nya.
Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu
semuanya terhadapku dan janganlah karnu memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya aku bertawakal kepada
Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada
suatu binatang melata pun melainkan
Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku telah menyampaikan
kepadamu apa (amanat) yang aku diutus
(untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan
Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan
kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya
sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku
adalah Maha Pemelihara segala sesuatu.
" (QS. Hud: 54-57) Manusia akan merasa keheranan terhadap
perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang
lelaki menghadapi kaum yang kasar dan
keras kepala serta bodoh. Mereka
menganggap bahawa berhala-berhala dari
batu dapat memberikan gangguan. Manusia sendiri rnampu menentang para tiran dan
melumpuhkan keyakinan mereka, serta
berlepas diri dari mereka dan dari tuhan
mereka. Bahkan ia siap menentang mereka
dan menghadapi segala bentuk, makar
mereka. Ia pun siap berperang dengan mereka dan bertawakal kepada Allah SWT.
Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha
Benar. Dia-lah yang menguasai setiap
makhluk di muka bumi, baik berupa
binatang, manusia, maupun makhluk lain.
Tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah SWT. Dengan keimanan kepada Allah SWT dan
dengan kepercayaan pada janji- Nya serta
merasa tenang dengan pertolongan-Nya,
Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr dari
kaumnya. Nabi Hud melakukan yang
demikian itu meskipun ia sendirian dan merasakan kelemahan kerana ia
mendapatkan keamanan yang hakiki dari
Allah SWT. Dalam pembicaraannya, Nabi
Hud menjelaskan kepada kaumnya bahawa
ia melaksanakan amanat dan
menyampaikan agama. Jika mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah
SWT akan mengganti mereka dengan kaum
selain mereka. Yang demikian ini berarti
bahawa mereka sedang menunggu azab.
Demikianlah Nabi Hud menjelaskan kepada
mereka, bahawa ia berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. la
bertawakal kepada Allah SWT yang
menciptakannya. Ia mengetahui bahawa siksa akan turun di
antara para pengikutnya yang menentang.
Beginilah hukum kehidupan di mana Allah
SWT menyiksa orang-orang kafir
meskipun mereka sangat kuat atau sangat
kaya. Nabi Hud dan kaumnya menunggu janji Allah SWT. Kemudian terjadilah
masa kering di muka bumi di mana langit
tidak lagi menurunkan hujan. Matahari
menyengat sangat kuat hingga laksana
percikan-percikan api yang menimpa
kepala manusia. Kaum Nabi Hud segera menuju kepadanya
dan bertanya: "Mengapa terjadi
kekeringan ini wahai Hud?" Nabi Hud
berkata: "Sesungguhnya Allah SWT murka
kepada kalian. Jika kalian beriman, maka
Allah SWT akan rela terhadap kalian dan menurunkan hujan serta menambah
kekuatan kalian." Namun kaum Nabi Hud
justru mengejeknya dan malah semakin
menentangnya., maka masa kekeringan
semakin meningkat dan menguningkan
pohon-pohon yang hijau dan matilah tanaman-tanaman. Lalu datanglah suatu hari di mana terdapat
awan besar yang menyelimuti langit. Kaum
Nabi Hud begitu gembira dan mereka
keluar dari rumah mereka sambil berkata:
"Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-
tiba udara berubah yang tadinya sangat kering dan panas kini menjadi sangat
dingin. Angin mulai bertiup dengan
kencang. Semua benda menjadi bergoyang.
Angin terus-menerus bertiup malam demi
malam, dan hari demi hari. Setiap saat rasa
dingin bertambah. Kaum Nabi Hud mulai berlari. Mereka
segera menuju ke tenda dan bersembunyi di
dalamnya. Angin semakin bertiup dengan
kencang dan menghancurkan tenda. Angin
menghancurkan pakaian dan
menghancurkan kulit. Setiap kali angin bertiup, ia menghancurkan dan membunuh
apa saja yang di depannya. Angin bertiup
selama tujuh malam dan delapan hari
dengan mengancam kehidupan dunia.
Kemudian angin berhenti dengan izin
Tuhannya. Allah SWT berfirman: "Maka tatkala mereka melihat azab itu
berupa awan yang menuju ke lembah-
lembah mereka, berkatalah mereka: 'Inilah
awan yang akan menurunkan hujan
kepada kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab
yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung
azab yang pedih, yang menghancurkan
segala sesuatu dengan perintah
Tuhannya." (QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang
Allah menimpakan angin itu kepada
mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus;, maka kamu lihat
kaum 'Ad pada waktu itu mati
bergelimpangan seakan-akan mereka
tunggul-tunggul pohon kurma yang telah
kosong (lapuk). " (QS. al-Haqqah: 7) Tiada yang tersisa dari kaum Nabi Hud
kecuali pohon-pohon kurma yang lapuk.
Nabi Hud dan orang-orang yang beriman
kepadanya selamat sedangkan orang-
orang yang menentangnya binasa. Pembalasan Allah Atas Kaum Aad
Pembalasan Tuhan terhadap kaum Aad
yang kafir dan tetap membangkang itu
diturunkan dalam dua perinkat.Tahap
pertama berupa kekeringan yang melanda
ladang-ladang dan kebun-kebun mrk, sehingga menimbulkan kecemasan dan
kegelisahan, kalau-kalau mereka tidak
memperolehi hasil dari ladang-ladang dan
kebun-kebunnya seperti biasanya.Dalam
keadaan demikian Nabi Hud masih
berusaha meyakinkan mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan
seksaan dari Allah yang dijanjikan dan
bahwa Allah masih lagi memberi
kesempatan kepada mereka untuk sedar
akan kesesatan dan kekafiran mrk dan
kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mrk yang
bathil kemudian bertaubat dan memohon
ampun kepada Allah agar segera hujan
turun kembali dengan lebatnya dan
terhindar mrk dari bahaya kelaparan yang
mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mahu percaya dan menganggap janji
Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka.
Mereka bahkan pergi menghadap berhala-
berhala mereka memohon perlindungan ari
musibah yang mereka hadapi.
Tentangan mrk terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera
mendapat jawapan dengan dtgnya
pembalasan tahap kedua yang dimulai
dengan terlihatnya gumpalan awan dan
mega hitam yang tebal di atas mereka yang
disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena dikiranya bahwa hujan akan segera
turun membasahi ladang-ladang dan
menyirami kebun-kebun mereka yang
sedang mengalami kekeringan.
Melihat sikap kaum Aad yang sedang
bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: "Mega hitam itu
bukanlah mega hitam dan awam rahmat
bagi kamu tetapi mega yang akan
membawa kehancuran kamu sebagai
pembalasan Allah yang telah ku janjikan
dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku
yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.
Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah
apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu
bahawa bukan hujan yang turun dari awan
yang tebal itu tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi
gemuruh yang mencemaskan yang telah
merusakkan bangunan-bangunan rumah
dari dasarnya membawa berterbangan
semua perabot-perabot dan milik harta
benda dan melempar jauh binatang- binatang ternak. Keadaan kaum Aad
menjadi panik mereka berlari kesana sini
hilir mudik mencari perlindungan .Suami
tidak tahu di mana isterinya berada dan
ibu juga kehilangan anaknya sedang
rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu
berlangsung selama lapan hari tujuh
malam sehingga sempat menyampuh bersih
kaum Aad yang congkak itu dan
menamatkan riwayatnya dalam keadaan
yang menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umat-umat
yang akan datang.
Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya
yang beriman telah mendapat perlindungan
Allah dari bencana yang menimpa
kaumnya yang kacau bilau dan tenang seraya melihat keadaan kaumnya yang
kacau bilau mendengar gemuruhnya angin
dan bunyi pohon-pohon dan bangunan-
bangunan yang berjatuhan serta teriakan
dan tangisan orang yang meminta tolong
dan mohon perlindungan. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan
tanah " Al-Ahqaf " sudah menjadi sunyi
senyap dari kaum Aad pergilah Nabi Hud
meninggalkan tempatnya berhijrah ke
Hadramaut, di mana ia tinggal
menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana dimana
hingga sekarang makamnya yang terletak
di atas sebuah bukit di suatu tempat lebih
kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi
para penziarah yang datang beramai-
ramai dari sekitar daerah itu, terutamanya dan bulan Syaaban pada setiap tahun.
Kisah Nabi Hud Dalam Al-Quran
Kisah Nabi Hud diceritakan oleh 68 ayat
dalam 10 surah di antaranya surah Hud,
ayat 50 hingga 60 , surah " Al-Mukminun
" ayat 31 sehingga ayat 41 , surah " Al- Ahqaaf " ayat 21 sehingga ayat 26 dan
surah " Al-Haaqqah " ayat 6 ,7 dan 8.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud A.S. Nabi Hud telah memberi contoh dan sistem
yang baik yang patut ditiru dan diikuti
oleh juru dakwah dan ahli penerangan
agama.Beliau menghadapi kaumnya yang
sombong dan keras kepala itu dengan
penuh kesabaran, ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali
membalas ejekan dan kata-kata kasar
mereka dengan serupa tetapi menolaknya
dengan kata-kata yang halus yang
menunjukkan bahawa beliau dapat
menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran. Nabi Hud tidak marah dan tidak gusar
ketika kaumnya mengejek dengan
menuduhnya telah menjadi gila dan
sinting. Ia dengan lemah lembut menolak
tuduhan dan ejekan itu dengan hanya
mengata:"Aku tidak gila dan bahawa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak
dapat menggangguku atau mengganggu
fikiranku sedikit pun tetapi aku ini adalah
rasul pesuruh Allah kepadamu dan betul-
betul aku adalah seorang penasihat yang
jujur bagimu menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu dan agar kamu
terhindar dan selamat dari azab dan
seksaan Allah di dunia mahupun di
akhirat." Dalam berdialog dengan kaumnya.Nabi Hud
selalu berusaha mengetuk hati nurani
mereka dan mengajak mereka berfikir
secara rasional, menggunakan akal dan
fikiran yang sihat dengan memberikan
bukti-bukti yang dapat diterima oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya dan
kesesatan jalan mereka namun hidayah iu
adalah dari Allah, Dia akan memberinya
kepada siapa yang Dia kehendakinya.


.:HOME:.